Bolmut, Sulutnews.com — Pemerintah ragu untuk segera melantik kepala-wakil kepala daerah terpilih yang tak menghadapi gugatan di Mahkamah Konstitusi. Untuk itu, konsultasi dengan Mahkamah Konstitusi akan dilakukan segera.
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mendiskusikan rencana pelantikan itu dengan Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, Jumat (10/01/2025).
Dilansir dari Kompas.com dalam diskusi, Yusril juga membawa putusan-putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terbaru terkait pelantikan kepala daerah terpilih.
Yusril mengatakan, ada dua putusan MK yang pertimbangan hukumnya agak menimbulkan keragu-raguan.
”Apakah MK menghendaki pelantikan itu nanti, serentak, apabila sudah selesai sengketa ataukah bisa dilantik yang tidak sengketa lebih dulu. Jadi hanya masalah teknis ini yang kami bicarakan dengan Mensesneg dan kita carikan jalan keluarnya,” tutur Yusril kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, seusai pertemuan.
Yusril pun mengatakan akan segera berkonsultasi dengan MK dan Menteri Dalam Negeri. Pemerintah berharap semua bisa diselesaikan secepatnya sesuai aspek hukum yang berlaku.
”Waktu berjalan terus ya, kita perlu ada sinkronisasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dan juga keinginan Bapak Presiden bahwa seluruh kepala daerah itu akan dikumpulkan seperti dulu para menteri, wakil menteri, dan kepala badan dikumpulkan di Magelang, supaya kita memiliki perspektif yang sama,” tambahnya.
Rencana retret para kepala daerah ini harapannya akan menyinkronkan kerja pemerintah pusat dan daerah. Soal di mana dan kapan retret akan dilangsungkan, Yusril mengaku tak mengetahui detail rencananya. Untuk itu, pelantikan kepala daerah terpilih menjadi penting dan perlu diselesaikan.
Data KPU yang mengacu pada Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK) milik MK, ada 21 hasil pemilihan gubernur dan 275 pemilihan bupati/wali kota yang tidak diwarnai permohonan sengketa di MK. Sisanya atau 249 pemilihan gubernur/bupati/wali kota masih dipersoalkan hasilnya di MK.
Sidang perdana sengketa hasil pilkada baru dimulai Kamis (09/01/2025) dan sesuai Undang-Undang Pilkada, MK memiliki waktu 45 hari untuk menyelesaikannya.
Mengacu Undang-Undang Pilkada, pelantikan kepala daerah terpilih dilaksanakan serentak. Akan tetapi, terbuka peluang pelantikan tidak digelar serentak jika ada daerah yang tidak bisa ikut saat pelantikan serentak. UU Pilkada juga menegaskan ketentuan jadwal pelantikan diatur lebih lanjut dengan peraturan presiden (perpres).
Perpres dimaksud telah terbit pada 14 Agustus 2024 bernomor 80 tahun 2024. Dalam Pasal 2A disebutkan, jadwal pelantikan gubernur-wakil gubernur dilaksanakan secara serentak pada 27 hari kerja setelah hari terakhir penetapan hasil rekapitulasi pilkada oleh KPU provinsi, sedangkan jadwal pelantikan bupati-wakil bupati serta wali kota-wakil wali kota dilaksanakan serentak 30 hari kerja setelah hari terakhir penetapan hasil rekapitulasi oleh KPU kabupaten/kota.
Namun, dalam Pasal 2A Ayat (3) diatur pula bahwa pelantikan dapat melewati jadwal yang telah ditetapkan tersebut. Syaratnya, ada perselisihan hasil pilkada di MK, putaran kedua untuk Pilkada Jakarta, atau keadaan memaksa (force majeure) yang menyebabkan pelaksanaan pelantikan tertunda. Namun, MK pada akhir Juli 2024 telah menegaskan pelantikan kepala daerah terpilih hasil Pilkada 2024 harus dilaksanakan serentak setelah lembaga peradilan konstitusi itu memutus sengketa hasil pilkada.
Hal ini tertuang pada Putusan MK Nomor 46/PUU-XXII/2024 yang dibacakan dalam sidang perkara uji materi UU No 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota, Selasa (30/7/2024), di Gedung MK, Jakarta.
Dalam pertimbangannya, MK menyatakan, pemilihan dan pelantikan calon kepala daerah dapat diibaratkan dua sisi koin yang sama dalam proses demokrasi. Pemilihan menentukan siapa yang dipilih oleh rakyat, sementara pelantikan memberikan legitimasi hukum dan dimulainya masa jabatan bagi pemimpin yang terpilih untuk menjalankan tugas-tugasnya.
Proses pelantikan, kata Hakim Konstitusi Saldi Isra, akan memastikan adanya stabilitas dan kontinuitas dalam pemerintahan dan kepemimpinan. Dengan demikian, adanya suatu tahapan yang jelas untuk menggantikan pemimpin yang lama dengan yang baru akan mencegah kekosongan kekuasaan.
Dalam konteks pelaksanaan pilkada serentak 2024 sebagai desain baru dalam penataan struktur tata kelola pemerintahan secara nasional, pelaksanaan pemungutan suara serentak harus diikuti pelantikan secara serentak.
Pengecualian hanya berlaku untuk daerah yang melaksanakan pemilihan ulang atau pemungutan suara ulang atau penghitungan suara ulang karena adanya putusan MK dalam perkara sengketa pilkada. Selain itu, hal yang membuat pelantikan kepala daerah tidak dapat dilakukan serentak adalah faktor force majeure sesuai ketentuan perundang-undangan. ***