Parapat, Sulutnews.com – KSPPM dan AMAN Tano Batak menolak kehadiran Earthworm Foundation (EF) sebagai konsultan PT. Toba Pulp Lestari (TPL).
“Tindakan Earthworm yang mencatut nama LSM pendamping adalah contoh praktek buruk dan tidak profesional dalam proses pelibatan pemangku kepentingan. Praktek tersebut dapat membangun persepsi bahwa kegiatan Earthworm adalah atas persetujuan pendamping, dan bahkan dipersepsikan sebagai bagian dari kegiatan pendamping. Sehingga masyarakat berpotensi tidak memberikan informasi, pendapat dan posisi mereka sesungguhnya terhadap kegiatan dari Earthworm,” ungkap Rocky Pasaribu, juru bicara KSPPM.
Pada Oktober 2022, Earthworm Foundation mengumumkan kerjasama dengan PT. Toba Pulp Lestari. Kerjasama tersebut meliputi penilaian terhadap kebijakan dan proses penanganan konflik sosial, serta merumuskan rekomendasi dan rencana tindakan perusahaan. Alih-alih memperbaiki penanganan konflik, di lapangan, KSPPM dan AMAN Tano Batak justru menemukan kegiatan EF tidak sesuai dengan prinsip Free, Prior and Informed Consent (FPIC). EF melakukan pertemuan dengan masyarakat secara tertutup dan mencatut nama KSPPM dan AMAN Tano Batak untuk melakukan pendekatan ke masyarakat. Bahkan, selama kegiatan penilaian oleh EF berlangsung, intimidasi masih dilakukan oleh kelompok masyarakat pendukung TPL terhadap komunitas Masyarakat Adat yang tidak setuju dengan kehadiran TPL karena merampas hutan kemenyan mereka. berjuang masih terjadi termasuk di komunitas Pargamanan-Bintang Maria, Natinggir, Nagasaribu Onan Harbangan, Sihaporas dan Dolok Parmonangan.
Antara bulan Oktober sampai November 2022, lima komunitas masyarakat adat menginformasikan kepada KSPPM dan AMAN Tano Batak terkait kedatangan 2 (dua) orang yang mengenalkan diri sebagai perwakilan Earthworm Foundation. Mereka datang secara tiba-tiba ke kampung dan mengajak diskusi tanpa memberikan informasi diawal terkait maksud dan tujuan kedatangannya. EF juga tidak memberitahu KSPPM dan AMAN Tano Batak selaku LSM pendamping masyarakat tentang kunjungannya. Pada kunjungan tersebut, masyarakat melaporkan EF menyebut nama lembaga pendamping KSPPM dan AMAN Tano Batak dalam pertemuannya dengan masyarakat.
Bertolak belakang dengan pernyataan yang dikeluarkan Earthworm Foundation pada Desember 2023 tentang perkembangan kerjasamanya dengan TPL, tindakan yang dilakukan EF ini telah gagal melaksanakan prinsip FPIC terkait transparansi dan memberikan informasi di awal, dan memastikan masyarakat mempunyai waktu yang cukup dalam mengambil keputusan untuk menerima atau menolak kedatangan EF dan berkonsultasi dengan pendamping atau penasehatnya.
Komunitas masyarakat adat di Tano Batak berpandangan bahwa apa yang dilakukan EF tersebut sebagai upaya mengelabui masyarakat, melemahkan peran LSM pendamping dan tindakan yang membahayakan reputasi LSM pendamping, khususnya KSPPM dan AMAN Tano Batak.
Earthworm Foundation sendiri bukan pihak independen melainkan konsultan yang dibayar langsung oleh TPL dan bekerja untuk TPL. Kehadiran LSM pendamping masyarakat seharusnya dapat memantau dan mengimbangi konflik kepentingan yang muncul. Hal ini dikonfirmasi oleh masyarakat yang melaporkan pelanggaran etika yang serius seperti mengambil foto tanpa persetujuan masyarakat, menawarkan kerjasama dalam bentuk koperasi dengan TPL dan tidak memberikan salinan terhadap notulensi percakapan. Masyarakat juga menceritakan EF datang ke kampung dengan mobil dan staf TPL yang memperjelas konflik kepentingan.
Paska kunjungan EF ke beberapa kampung, intimidasi dari pendukung TPL justru semakin gencar terjadi. Seperti yang dialami oleh Rajes Sitanggang, ketua komunitas masyarakat adat Pargamanan-Bintang Maria. Selama bulan Oktober, Rajes beberapa kali menerima telepon gelap yang mengaku sebagai manajemen dan kontraktor TPL. Dalam percakapan tersebut pihak yang menelepon Rajes, meminta supaya masyarakat mau bekerjasama dengan TPL.
Tidak berhenti disitu, pada bulan Desember 2022, salah satu anggota komunitas masyarakat adat Pargamanan-Bintang Maria, juga mendapatkan intimidasi dari pendukung TPL. Ia dipaksa oleh anggota masyarakat pendukung TPL untuk menemui manajemen TPL dan membuat surat pernyataan permintaan maaf atas pernyataan disalah satu video tentang perjuangan masyarakat adat Pargamanan-Bintang Maria. Begitu juga dengan Sihaporas dan Dolok Parmonangan pihak EF dan TPL melakukan pendekatan dengan iming-iming kemitraan yang justru berpotensi memecah-belah komunitas adat.
Menurut Rajes Sitanggang, anggota Masyarakat Adat Pargamanan Bintang Maria, kehadiran EF ke beberapa kampung tidak memberikan dampak baik kepada masyarakat adat. “Earthworm telah menawarkan solusi penyelesaian konflik yang tidak sesuai dengan keinginan masyarakat. Bukan hanya itu, paska kunjungan Earthworm ke beberapa kampung, justru intimidasi semakin massif terjadi baik dari perusahaan TPL maupun dari pendukungnya. Oleh sebab itu, kami dari masyarakat adat, menyampaikan agar Earthworm, menghentikan kunjungan ke komunitas-komunitas masyarakat adat di Tano Batak, tukas Rajes”.(/Melvin)