Menu

Mode Gelap
Peringati Hari Pahlawan Tahun 2024 Caroll-Sendy Apresiasi Dua Pahlawan Nasional Asal Tomohon Gubernur Olly Dondokambey : HUT Ke-60 Sulawesi Utara Mengalami Kemajuan Pesat KPU Kabupaten Lebak Gelar Pengundian dan Penetapan Nomor Urut Paslon Bupati dan Wakil Bupati Menparekraf Sandiaga Uno Puji Pemda Sulut Laksanakan Discover North Sulawesi 2024 Saat Ditangkap Kapal MV Lakas Berbendera Filipina Tidak Memiliki Dokumen Lengkap

Sangihe · 25 Jun 2023 08:56 WIB ·

Tumpang Tindih Aturan di Wilayah BCA Perbatasan Marore


Tumpang Tindih Aturan di Wilayah BCA Perbatasan Marore Perbesar

Tahuna, Sulutnews.com – Borders Crossing Agreement (BCA), merupakan upaya pemerintah untuk mengakomodir kepentingan masyarakat di wilayah perbatasan NKRI Khususnya di Kecamatan Kepulauan Marore, Nusa Tabukan dan Kendahe, sebagai wilayah BCA.

Adapun BCA di bentuk pada tahun 1956 antara pemerintah Indonesia dan Filipina. Tercapai kesepakatan yang ditanda-tangani pada tanggal 4 Juli 1956. Isue utama kesepakatan menyangkut keberadaan warga kedua negara-bangsa yang berada secara tidak sah di wilayah kedua negara tersebut, dan kesepakatan melakukan pengawasan lalu-lintas di perbatasan.

BCA sendiri mengatur 3 hal : Visit of Relatives, Religious worship, Pleasure, atau kunjungan Keluarga/Kerabat, hubungan keagamaan dan siara.

Kesepakatan ini diratifikasi oleh kedua negara. Pemerintah Filipina menjadikannya sebagai Senate Resolution nomor 94, tahun1957 (Resolution Expressing the Concurrence To and Approval of The Senate of The Philippines of The Agremeent Between
the Republic of The Philippines and The Republic of Indonesia on
Immigration Signed at Jakarta on July 4,1956).

Pemerintah Indonesia meratifikasinya menjadi Undang-undang Nomor 77 Tahun 1957 tentang Undang-Undang Persetujuan mengenai Warga Negara yang berada Secara tidak sah di daerah Republik Indonesia dan Republik Filipina, Lembaran Negara RI Nomor 1489.

Namun kenyataannya adanya BCA tidak menjamin kebebasan yang sudah di atur dalam BCA, berbagai persoalan kemanusiaan muncul dimana, warga keturunan Indonesia suku Sangihe yang berada di wilayah Filipina apabila berkunjung ke Indonesia khususnya wilayah BCA, di perhadapkan dengan regulasi yang ribet.

Setiap instansi yang menaungi perbatasan ataupun perairan laut atau penegak hukum kedaulatan, menunjukan eksistensinya lewat aturan mereka, akhirnya marwah BCA tak berarti lagi.

Hal ini membuat Camat Kepulauan Marore, Marcos Sasiang sebagai Ex-Offecio BCA menghadapi persoalan serius terkait kewarganegaraan keturunan Indonesia suku Sangihe yang berkunjung ke wilayahnya.

Menurutnya, seharusnya hadirnya BCA pihak lain tidak menerapkan aturan yang berlebihan, dikarenakan aturan BCA sudah jelas, “Ini menjadi pergumulan kami dimana saudara-saudara kami suku Sangihe yang tinggal di Filipina, ketika mereka ke Indonesia seringkali di perhadapkan dengan aturan kewarganegaraan padahal BCA telah memberikan ruang untuk lintas batas ini” kata Sasiang.

Sebagai wilayah BCA, menurut Camat, seharusnya kewenangan regulasi tunduk pada aturan BCA, sebab sebelum Pemerintah mengatur dalam aturan BCA, proses lintas batas itu sudah terjadi sejak ratusan tahun lalu, “Jadi pemerintah menyiapkan wadah regulasi BCA agar hubungan lintas batas negara ini bisa lebih mudah, bukan semakin sulit dan di persulit” lanjut Camat.

Tak hanya itu, menurut Camat, akibat regulasi yang ribet membuat warga keturunan Indonesia suku Sangihe di Filipina, akhirnya datang ke Indonesia atau sebaliknya memanfaatkan jalur nenek moyang, “padahal seharusnya pergi atau pun datang harus tercatat di BCA, namun banyak memilih jalur nenek moyang” tambah Sasiang.

Jika hal ini berlanjut maka BCA sendiri di buat namun tidak di indahkan, olehnya Camat meminta agar penerapan regulasi di wilayah perbatasan harus di evaluasi sehingga hadirnya BCA memberikan kemudahan bukan sebaliknya.

Hal yang sama pula di kemukakan oleh tokoh agama Hendric Wollf, juga sebagai Liaison Officer
(LO) Pemerintah Daerah Kepulauan Sangihe untuk Filipina, bahwa tumpang tindih aturan yang memasung BCA sangat kental.

Menurutnya seharusnya BCA dan kewenangannya didukung bersama agar jalur lintas batas negara ini semakin mudah dan tidak menimbulkan kesulitan dan ancaman regulasi lain dari instansi tertentu.

“Kami melihat ada upaya untuk melemahkan BCA dengan hadirnya aturan-aturan tertentu, jika ini di biarkan maka jalur BCA ini akan menjadi zona menakutkan dan memenjarakan warga” kata Wolff.

Lanjut Wolff, yang diharapkan adalah kemudahan, namun bayang-bayang ancaman regulasi selalu menjadi momok di wilayah perbatasan, meski demikian warga yang mendiami wilayah BCA tetap melakoni lintas batas dengan cara pelayaran nenek moyang.

Wolff juga meminta agar pemerintah Pusat untuk mengevaluasi setiap regulasi dan kewenangan yang menimbulkan tumpang tindih regulasi di wilayah BCA, sehingga ada kejelasan soal kewenangan BCA di wilayah perbatasan NKRI.

“Harapan kami tumpang tindih aturan di wilayah BCA ini, agar menjadi perhatian serius dari Presiden sehingga marwah BCA ini benar-benar hadir sebagai solusi bagi warga di wilayah BCA”. pintah Wolff. (Andy Gansalangi)

Artikel ini telah dibaca 3,468 kali

Baca Lainnya

Pj Bupati Kepulauan Sangihe, Wounde : Pilkada Sangihe Sukses

28 November 2024 - 19:26 WIB

Polnustar Wisuda 181 Mahasiswa

16 September 2024 - 13:44 WIB

Wounde, Ingatkan ASN Bersikap Netral

31 Agustus 2024 - 18:39 WIB

PPK Tatoareng, Siapkan Data Pemilih Tetap

31 Agustus 2024 - 18:32 WIB

KPU Sangihe : Pendaftaran Calon Kepala Daerah di Tutup

30 Agustus 2024 - 22:47 WIB

4 Paslon Resmi Mendaftar di KPU Sangihe

29 Agustus 2024 - 22:47 WIB

Trending di Pemilukada