Manado,Sulutnews.com – Kapolda Sulawesi Utara (Sulut) Irjen Pol Setyo Budiyanto, mengatakan, 33 warga masyarakat Sulut sebagian sudah kembali dari Kamboja. Diduga mereka adalah korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
“Tanggal 26 Desember 2022 ada 8 orang (yang dipulangkan ke tanah air), kemudian tanggal 27 ini ada 14 orang, dan rencananya tanggal 11 Januari 2023 ada 11 orang,” kata Irjen Pol Setyo Budiyanto kepada sejumlah awak media, Selasa (27/12) siang, di Mapolda Sulut.
Lanjutnya, sebelumnya sudah dilakukan rapat koordinasi yang dihadiri oleh Kementerian Luar Negeri, Bareskrim dan Divhubinter Polri termasuk juga dari Polda Sulut, pemerintah daerah, dan BP2MI serta beberapa instansi terkait lainnya, yang membahas tentang rencana pemulangan para WNI tersebut.
“Dalam rapat tersebut disimpulkan bahwa, mereka ini, 34 orang (33 orang warga Sulut dan 1 orang warga Palembang), bukan termasuk kategori korban daripada TPPO. Karena ada beberapa yang didapatkan dari hasil pemeriksaan dan wawancara pada saat mereka di sana (Kamboja) dan juga ada dari Polda Sulut termasuk Divhubinter, mereka itu ada perjanjian kerjasama yang dilakukan antara masyarakat tersebut dengan pihak yang memberikan pekerjaan, kemudian tidak ada juga eksploitasi terhadap mereka. Bahkan ada pemberian gaji dan bonus dalam setiap bulan kalau pencapaian targetnya lebih dari yang sudah ditentukan,” jelas Irjen Pol Setyo Budiyanto didampingi Dir Reskrimum Polda Sulut Kombes Pol Gani Siahaan.
Mereka, lanjutnya menerangkan, diberikan status sebagai over stay atau kelebihan waktu tinggal di Kamboja.
“Kemudian dilakukan proses pemulangan sesuai dengan aturan keimigrasian yang berlaku di sana (Kamboja). Nah, mereka ditempatkan pada rumah detensi, kemudian dilakukan deportasi,” ujar Irjen Pol Setyo Budiyanto.
Irjen Pol Setyo Budiyanto pun menampik adanya penyekapan terhadap para WNI tersebut.
“Sampai dengan pelaksanaan rapat pada tanggal 21 Desember 2022 itu, tidak ada eksploitasi, tidak ada penyekapan yang dilakukan oleh pihak-pihak pemberi pekerjaan di sana (Kamboja) kepada masyarakat dari Sulut maupun dari tempat lainnya,” terangnya.
Menurut Irjen Pol Setyo Budiyanto, pihak kepolisian juga masih akan melakukan pendalaman khususnya bagaimana proses ke 34 WNI tersebut bisa sampai ke Kamboja.
“Akan kami tindaklanjuti, masih ada beberapa orang yang terindikasi bahwa, mereka bisa berangkat ke sana kemudian tidak menggunakan visa kerja tapi mungkin hanya menggunakan status turis saja, paspor biasa saja. Kemudian tentu ada yang merekrut atau yang mengajak atau yang mengiming-imingi. Nah, itu nanti kami akan dalami khususnya oleh Dir Reskrimum untuk mendapatkan informasi-informasi yang lebih detail. Tapi sampai dengan hari ini kami mendapatkan informasi bahwa, pihak-pihak yang melakukan perekrutan itu pun masih ada di luar negeri juga. Satu orang ada di Kamboja kemudian satu orang di negara lain,” ucapnya.
Usai kepulangan para WNI tersebut, sambung Irjen Pol Setyo Budiyanto, satu demi satu akan didalami lagi oleh Dir Reskrimum.
“Akan dimintai keterangan karena sebagian mereka sudah ada di sini. Mengingat suasananya masih Natal, tentu kita berikan keleluasaan untuk mereka. Jadi silahkan mereka menjalani Natal dulu bersama keluarganya, nanti pemeriksaan apakah akan dilakukan langsung oleh Dit Reskrimum atau bekerjasama dengan penyidik Polres, nanti dikoordinir oleh Dir Reskrimum,” pungkas Irjen Pol Setyo Budiyanto.
Sementara itu Dir Reskrimum Polda Sulut menambahkan, pihaknya terus melakukan penyelidikan terutama untuk bisa mengungkap siapa perekrutnya.
“Karena kita ketahui dari hasil assessment itu, satu warga negara Malaysia dan satu lagi ada WNI yang saat ini masih bekerja disebuah perusahaan di Poipet, Kamboja. Nah itu yang akan kita dalami,” kata Kombes Pol Gani Siahaan.
Dijelaskannya, perusahaan tersebut bergerak dalam bidang perjudian karena di daerah Poipet itu, judi dilegalkan.
“Begitu juga ada izin investasi. Makanya mereka direkrut dengan janji akan dijadikan sebagai manajemen padahal mereka dipekerjakan sebagai scammer. Itulah yang akan kita dalami, mudah-mudahan bisa kita ungkap unsur TPPO-nya,” ujar Kombes Pol Gani Siahaan.
Senada dengan Kapolda, Dir Reskrimum juga menepis dugaan adanya tindak kekerasan terhadap para WNI tersebut.
“Informasi awal, dari mereka dan dari kuasa hukum mereka yang ada di Manado bahwa, mereka itu dipekerjakan secara paksa, ada kekerasan psikis. Tapi setelah KBRI Kamboja yang ada di sana dibantu oleh kepolisian Kamboja mengamankan mereka, dan kita sudah memeriksa video-video di handphone mereka, mereka di sana bekerja sebagaimana biasanya. Bahkan setiap pertengahan bulan mereka mendapatkan gaji yang dijanjikan, apabila target yang perusahaan sampaikan itu memenuhi target tentu mereka dapat bonus. Gaji mereka antara 800 sampai 1100 USD, jadi cukup menggiurkan, mereka pernah mendapatkan itu. Tapi ketika mereka tidak produktif lagi, mereka akan ada pemotongan-pemotongan oleh perusahaan karena ongkos waktu merekrut mereka sampai ke Kamboja dan Poipet itu ada biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan. Tapi secara nyata, kita juga sudah melakukan assessment, mereka tidak ada kekerasan fisik ataupun kekerasan psikis bahkan kekerasan seksual, tidak ada,” tegas Kombes Pol Gani Siahaan.
Lanjutnya, diduga masih ada beberapa WNI lainnya yang bekerja di perusahaan di Poipet, Kamboja tersebut.
“Informasi yang didapatkan dari 34 WNI yang diassessment tersebut, masih banyak lagi WNI yang bekerja di perusahaan tersebut. Karena mereka tidak yang dilaporkan, jadi mereka tidak diamankan oleh pihak kepolisian Kamboja pada saat itu,” tutup Kombes Pol Gani Siahaan. (**/ARP)