Menu

Mode Gelap
Gubernur Yulius Selvanus Minta ASN Tingkatkan Pelayanan Publik dan Disiplin Dalam Tugas Peringati Hari Pahlawan Tahun 2024 Caroll-Sendy Apresiasi Dua Pahlawan Nasional Asal Tomohon Gubernur Olly Dondokambey : HUT Ke-60 Sulawesi Utara Mengalami Kemajuan Pesat KPU Kabupaten Lebak Gelar Pengundian dan Penetapan Nomor Urut Paslon Bupati dan Wakil Bupati Menparekraf Sandiaga Uno Puji Pemda Sulut Laksanakan Discover North Sulawesi 2024

Bolmut · 12 Jun 2024 10:36 WIB ·

Tradisi Masyarakat Adat Bolmong Raya & Kebijakan Penerapan Hukum Positif


Tradisi Masyarakat Adat Bolmong Raya & Kebijakan Penerapan Hukum Positif Perbesar

❝Setiap orang mempunyai hak untuk goblok, tetapi beberapa orang telah menyalahgunakan hak itu secara berlebihan.❞

—Joseph V. Stalin

Bolmut, Sulutnews.com – Masyarakat adat Bolaang Mongondow Raya (BMR) adalah kelompok sosial dan budaya yang memiliki ikatan leluhur kolektif terhadap tanah dan sumber daya alam tempat mereka tinggal, menempati, atau tempat mereka mengungsi. Mereka hidup secara turun temurun di wilayah geografis tertentu, memiliki asal usul leluhur dan/atau kesamaan tempat tinggal, identitas budaya, hukum adat, hubungan yang kuat dengan tanah dan lingkungan hidup, serta sistem nilai. Rabu (12/06/2024).

Masyarakat adat terus berusaha mendapat hak-hak dan perlindungan dari negara, yang merupakan amanat konstitusi. Namun, dalam konteks Indonesia secara khusus, isu ini masih belum terselesaikan dan seringkali terabaikan. 

Kita ketahui bersama, hukum paling tinggi di Indonesia adalah hukum adat.

Hukum adat adalah sistem hukum yang berlaku di Indonesia dan bersumber dari nilai dan norma yang ada di tengah masyarakat. Hukum adat mengatur tingkah laku dalam kehidupan bermasyarakat dan siapapun yang melanggar akan dikenakan sanksi. Hukum adat dapat berupa kaidah-kaidah atau norma baik tertulis maupun tidak tertulis. 

Hukum adat memiliki beberapa sifat, yaitu: Kebersamaan, bersifat religius-magis, bersifat konret atau nyata, bersifat kontan atau tunai.

Jika kita kaji kembali antara penerapan hukum positif (tertulis) dengan kearifan lokal masyarakat adat menjadi landasan berpikir aparat penegakan hukum.

Jika kita fokus kembali pada unsur-unsur tindak pidana dalam hukum pidana menurut EY Kanter dan SR Sianturi adalah:

* Subjek
* Kesalahan
* Bersifat melawan hukum
* Suatu tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh undang-undang
* Waktu, tempat, dan keadaan (unsur objektif lainnya) 

Unsur hukum pidana material ketiga adalah unsur hubungan kausalitas, yang menuntut adanya hubungan sebab-akibat antara tindakan pelaku dan dampak yang ditimbulkannya. Artinya, tindakan pelaku harus menjadi penyebab langsung dari hasil atau konsekuensi yang tidak sah atau melanggar hukum. 

Asas-asas hukum pidana dalam KUHP Baru adalah: Asas legalitas, Asas teritorial, Asas personalitas, Asas perlindungan, Asas persamaan. 

Istilah tindak pidana merupakan terjemahan dari istilah strafbaar feit dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda yang saat ini diterapkan sebagai hukum nasional melalui asas konkordansidengan adanya KUHP yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan. Namun dalam 3 tahun ke depan tepatnya 2026, KUHP sudah tidak lagi berlaku dan digantikan dengan UU 1/2023.

Baik dalam KUHP maupun UU 1/2023, tidak dijelaskan secara eksplisit mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan strafbaar feititu sendiri. Tindak pidana yang Anda tanyakan juga biasanya disamakan dengan delik, yang berasal dari Bahasa Latin, yakni dari kata delictum. 

Sebagaimana diterangkan S. R. Sianturi dalam buku Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapan, dalam peristilahan di Indonesia, delik atau het strafbare feit telah diterjemahkan oleh para sarjana dan juga telah digunakan dalam berbagai perumusan undang-undang dengan berbagai istilah bahasa Indonesia sebagai (hal 204 – 207):

* perbuatan yang dapat/boleh dihukum;
* peristiwa pidana;
* perbuatan pidana;
* tindak pidana.

Dengan demikian, strafbaar feit, delik, dan delictum memiliki padanan istilah yang sama dengan perbuatan yang dapat/boleh dihukum, peristiwa pidana, perbuatan pidana, dan tindak pidana.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, delik adalah perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang atau merupakan tindak pidana.

S. R. Sianturi dalam buku yang sama mengutip Moeljatno yang memilih menerjemahkan strafbaar feit sebagai perbuatan pidana, yaitu perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana bagi barang siapa melanggar larangan tersebut (hal. 208).

Perbuatan tersebut harus betul-betul dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tak boleh atau menghambat akan tercapainya tatanan dalam pergaulan masyarakat yang dicita-citakan oleh masyarakat itu.

Makna perbuatan pidana secara mutlak harus termaktub unsur formil, yaitu mencocoki rumusan undang-undang (tatbestandmaszigkeit) dan unsur materiel, yaitu sifat bertentangan dengan cita–cita mengenai pergaulan masyarakat atau sifat melawan hukum (rechtswirdigkeit).

Sementara itu, S. R. Sianturi dalam buku yang sama juga mengutip Wirjono Prodjodikoro yang merumuskan tindak pidana sebagai suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana dan pelaku itu dapat dikatakan merupakan subjek tindak pidana (hal. 208).

Berdasarkan rumusan pengertian tindak pidana di atas, untuk menentukan suatu perbuatan sebagai tindak pidana, perbuatan tersebut haruslah perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kepada subjek tindak pidana yang melakukannya atau dalam rumusan hukum pidana disebut dengan barang siapa yang melanggar larangan tersebut.

Dengan kata lain, perbuatan yang tergolong tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang dalam hukum yang dapat diancam dengan sanksi pidana.

Baca juga: Pengertian Asas Konkordansi dan Sejarahnya di Indonesia
Unsur-unsur Tindak Pidana
Apa itu unsur pidana?

Menurut S. R. Sianturi, secara ringkas unsur-unsur tindak pidana adalah(hal. 208):

1. Adanya subjek;
2. Adanya unsur kesalahan;
3. Perbuatan bersifat melawan hukum;
4. Suatu tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh undang-undang/perundang-undangan dan terhadap yang melanggarnya diancam pidana;
5. Dalam suatu waktu, tempat, dan keadaan tertentu.

Merujuk pada unsur-unsur tindak pidana di atas, S. R. Sianturi merumuskan pengertian dari tindak pidana sebagai suatu tindakan pada tempat, waktu, dan keadaan tertentu, yang dilarang (atau melanggar keharusan) dan diancam dengan pidana oleh undang-undang serta bersifat melawan hukum serta mengandung unsur kesalahan yang dilakukan oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab (hal. 208).

Dari lima unsur di atas, dapat disederhanakan menjadi unsur subjektif dan unsur objektif. Apa itu unsur objektif dan subjektif tindak pidana ?

Unsur subjektif meliputi subjek dan adanya unsur kesalahan. Sedangkan yang termasuk unsur objektif adalah perbuatannya bersifat melawan hukum, tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh undang-undang/perundang-undangan dan terhadap pelanggarnya diancam pidana, serta dilakukan dalam waktu, tempat dan keadaan tertentu.

P. A. F. Lamintang dalam buku Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia juga berpendapat bahwa setiap tindak pidana yang terdapat dalam KUHP pada umumnya dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur yang pada dasarnya dapat kita bagi menjadi dua macam unsur, yakni unsur-unsur subjektif dan unsur-unsur objektif (hal. 193).

Yang dimaksud dengan unsur subjektif itu adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku dan termasuk ke dalamnya, yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya (hal. 193).
Sedangkan yang dimaksud unsur objektif adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu di dalam keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan (hal. 193).

Unsur subjektif dari suatu tindak pidana adalah (hal. 193 – 194):

1. Kesengajaan (dolus) atau ketidaksengajaan (culpa);
2. Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging seperti yang dimaksud di dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP atau Pasal 17 ayat (1) UU 1/2023;
3. Macam-macam maksud atau oogmerk, seperti yang terdapat di dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan, dan lain-lain;
4. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad, seperti yang terdapat di dalam kejahatan pembunuhan berencana dalam Pasal 340 KUHP atau Pasal 459 UU 1/2023;
5. Perasaan takut atau vrees, seperti terdapat di dalam rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP atau Pasal 430 UU 1/2023.

Unsur-unsur objektif dari suatu tindak pidana adalah (hal. 194):

1. Sifat melanggar hukum atau wederrechtelijkbeid;
2. Kualitas dari si pelaku, misalnya “keadaan sebagai seorang pegawai negeri” di dalam kejahatan jabatan atau “keadaan sebagai pengurus atau komisaris dari suatu perseroan terbatas” di dalam kejahatan menurut Pasal 398 KUHP atau Pasal 516 UU 1/2023;
3. Kausalitas, yakni hubungan antara suatu tindakan sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat.

Unsur wederrechttelijk atau sifat melanggar hukum selalu harus dianggap sebagai disyaratkan di dalam setiap rumusan delik, walaupun unsur tersebut oleh pembentuk undang-undang tidak dinyatakan secara tegas sebagai salah satu unsur dari delik yang bersangkutan (hal. 194).

P. A. F. Lamintang kemudian menerangkan apabila unsur wederrecttelijk dinyatakan secara tegas sebagai unsur dari delik, maka tidak terbuktinya unsur tersebut di dalam peradilan akan menyebabkan hakim harus memutus sesuatu vrijkpraak atau pembebasan (hal. 195).

Apabila unsur wederrecttelijk tidak dinyatakan secara tegas sebagai unsur dari delik, maka tidak terbuktinya unsur tersebut di dalam peradilan akan menyebabkan hakim harus memutuskan suatu ontslag van alle rechtsvervolging atau suatu “pembebasan dari segala tuntutan hukum” (hal. 195).

Maka, untuk mengetahui apakah suatu perbuatan adalah tindak pidana atau bukan, perbuatan tersebut harus memenuhi unsur-unsur delik atau tindak pidana yang dimaksud itu.

Penerapan Unsur-unsur Tindak Pidana :

Untuk mengetahui apakah perbuatan dalam sebuah peristiwa hukum adalah tindak pidana, dapat dilakukan analisis apakah perbuatan tersebut telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang diatur dalam sebuah ketentuan pasal hukum pidana tertentu.

Untuk itu, harus diadakan penyesuaian atau pencocokan (bagian-bagian/kejadian-kejadian) dari peristiwa tersebut kepada unsur-unsur dari delik yang didakwakan.

Jika ternyata sudah cocok, maka dapat ditentukan bahwa peristiwa itu merupakan suatu tindak pidana yang telah terjadi yang (dapat) dimintakan pertanggungjawaban pidana kepada subjek pelakunya. Namun, jika salah satu unsur tersebut tidak ada atau tidak terbukti, maka harus disimpulkan bahwa tindak pidana belum atau tidak terjadi.

Hal ini karena, mungkin tindakan sudah terjadi, tetapi bukan suatu tindakan yang dilarang oleh undang-undang yang diancamkan suatu tindak pidana.

Mungkin pula suatu tindakan telah terjadi sesuai dengan perumusan tindakan dalam pasal yang bersangkutan, tetapi tidak terdapat kesalahan pada pelaku dan/atau tindakan itu tidak bersifat melawan hukum.

P. A. F. Lamintang lebih jauh menjelaskan bahwa apabila hakim berpendapat bahwa tertuduh tidak dapat mempertanggungjawabkan tindakannya, maka hakim harus membebaskan tertuduh dari segala tuntutan hukum atau dengan kata lain, hakim harus memutuskan suatu ontslag van alle rechtsvervolging, termasuk jika terdapat keragu-raguan mengenai salah sebuah elemen, maka hakim harus membebaskan tertuduh dari segala tuntutan hukum (hal. 197).

Unsur-unsur delik tercantum dalam rumusan delik yang oleh penuntut umum harus dicantumkan di dalam surat tuduhan (dakwaan) dan harus dibuktikan dalam peradilan (hal. 195 & 197).

Bilamana satu atau lebih bagian ternyata tidak dapat dibuktikan, maka hakim harus membebaskan tertuduh atau dengan perkataan lain harus memutuskan suatu vrijspraak. Editor : GG

Dasar Hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Sumber :
https://www.hukumonline.com/klinik/a/unsur-unsur-dan-bentuk-pemalsuan-dokumen-lt54340fa96fb6c/

Artikel ini telah dibaca 1,157 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Asas Praduga Tak Bersalah: Fondasi Utama Keadilan Depan Majelis Hakim

18 April 2025 - 09:44 WIB

Asrama Mahasiswa Bolmong Utara Di Kota Palu Diresmikan

14 April 2025 - 10:04 WIB

Bupati Bolmong Utara Sirajudin Lasena

Penduduk Indonesia 2024 Tembus 281,6 Juta Jiwa

11 April 2025 - 10:18 WIB

Bupati Sirajudin Lasena Menyentil Ketidakhadiran Beberapa Sangadi Pada Apel Perdana Pasca Idul Fitri 2025

8 April 2025 - 19:40 WIB

Apel Perdana Pasca Idul Fitri 2025 ; “Tegakkan Disiplin Bersihkan Hati”

8 April 2025 - 13:47 WIB

Fokus Hari Air Sedunia 2025; Bahaya Gletser Dunia Mencair Lebih Cepat

22 Maret 2025 - 17:53 WIB

Trending di Bolmut