Bolmut, Sulutnews.com – Landasan filosofis hukum adalah pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum. Ini meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.
Jumat (21/06/2024).
Asas hukum adalah pikiran dasar yang terdapat di balik sistem hukum. Asas hukum merupakan unsur yang sangat penting dalam pembentukan peraturan hukum dan berfungsi sebagai kerangka dasar dalam terbentuknya peraturan-peraturan konkrit. Asas hukum juga dapat tampil untuk mengatasi pertentangan dalam sistem hukum.
Pada dasarnya, terdapat tiga asas hukum yang digunakan untuk menyelesaikan pertentangan atau konflik antar peraturan perundang-undangan, yakni: Asas lex superior derogat legi inferiori, Asas lex specialis derogat legi generali, Asas lex posterior derogat legi priori.
Lex Superiori Derogat Legi Inferiori.
Arti dari asas ini adalah peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Lex Specialis Derogat Legi Generalis.
Pengertian dari asas ini yaitu peraturan perundang-undangan yang bersifat lebih khusus menyampingkan peraturan perundang-undangan yang lebih umum.
Lex Posteriori Derogat Legi Priori.
Menurut asas ini, peraturan perundang-undangan yang berlaku belakangan membatalkan peraturan perundang-undangan yang berlaku terdahulu.
Para pembentuk maupun analis hukum perlu menjaga agar hukum dapat relevan di tengah masyarakat dalam jangka waktu sepanjang mungkin.
Dilansir dari https://www.hukumonline.com/berita/a/asas-asas-hukum-pidana-lt62cb7d58e9538/#
Ada 9 asas hukum acara pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP, mulai dari asas peradilan cepat hingga asas pemeriksaan hakim langsung dan lisan.
Andi Hamzah dalam Hukum Acara Pidana Indonesia menerangkan bahwa ada 9 asas-asas hukum acara pidana dalam KUHAP. Sembilan asas hukum acara pidana yang dimaksud, antara lain asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan; asas praduga tidak bersalah; asas oportunitas; asas pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum; asas semua orang diperlakukan sama di depan hakim; asas peradilan dilakukan oleh hakim karena jabatannya dan tetap; asas tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum; asas akusator dan inkisitor; dan asas pemeriksaan hakim yang langsung dan lisan. Berikut uraiannya.
1. Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan.
Dalam KUHAP, pencantuman peradilan cepat kerap dituliskan dengan istilah “segera”. Adapun asas hukum acara pidana ini dimaksudkan untuk menghindari penahanan yang lama sebelum ada keputusan hakim; dan serta mereka merupakan bagian dari hak asasi manusia.
Salah satu contoh perwujudan asas ini tertuang dalam Pasal 24 ayat (4) KUHAP, Pasal 25 ayat (4) KUHAP, Pasal 27 ayat (4) KUHAP, serta Pasal 28 ayat (4) KUHAP yang pada intinya menerangkan bahwa jika waktu penahanan telah terlewati, penyidik, penuntut umum, dan hakim harus sudah mengeluarkan tersangka/terdakwa dari tahanan demi hukum.
2. Asas Praduga Tidak Bersalah (Presumption Innocence).
Secara sederhana, makna asas praduga tidak bersalah adalah asas yang menginginkan setiap orang menjalani proses perkara dengan anggapan tidak bersalah hingga ada putusan pengadilan berkekuatan tetap yang menyatakan kesalahan orang tersebut.
Dalam KUHAP, asas ini tertuang dalam bagian Penjelasan Umum butir ketiga huruf yang menyebutkan bahwa setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.
3. Asas Oportunitas.
Terkait definisi asas oportunitas, A. Z. Abidin dalam Sejarah dan Perkembangan Asas Oportunitas di Indonesia mengartikan asas oportunitas adalah asas hukum yang memberikan wewenang kepada penuntut umum (jaksa) untuk menuntut atau tidak menuntut dengan atau tanpa syarat seseorang atau korporasi yang telah mewujudkan delik demi kepentingan umum.
Jika disederhanakan, sebagaimana diterangkan I Kadek D. Santosa dkk. dalam Jurnal Pendidikan Undiksha Vol. 9 No. 1, dalam perspektif sistem peradilan pidana Indonesia, asas oportunitas diartikan sebagai asas hukum yang memberikan wewenang kepada jaksa agung untuk tidak melakukan penuntutan demi kepentingan umum. Adapun kaidah dari asas ini disebut dengan deponering yang artinya pengesampingan perkara pidana demi kepentingan umum.
4. Umum.
Asas hukum acara pidana yang keempat adalah sidang perkara di pengadilan terbuka untuk umum. Artinya, setiap orang boleh menghadiri dan mendengarkan pemeriksaan pengadilan.
Hal ini sebagaimana diterangkan Pasal 153 ayat (3) dan (4) KUHAP yang menerangkan ketentuan berikut.
Pasal 153 ayat (3) KUHAP: untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak.
Pasal 153 ayat (4) KUHAP: tidak dipenuhinya ketentuan ayat (2) dan (3) mengakibatkan batalnya putusan demi hukum.
Kemudian, dalam Pasal 195 KUHAP ditegaskan bahwa semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan tetap apabila diucapkan di sidang terbuka untuk umum.
5. Asas Semua Orang Diperlakukan Sama di Depan Hakim.
Pada intinya, asas ini bermakna semua orang harus diperlukan sama di pengadilan. Hal ini sebagaimana dimuat dalam Pasal 4 ayat (1) UU Kehakiman yang menerangkan bahwa pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.
Kemudian, sebagaimana dimuat pula dalam bagian penjelasan umum butir 3a KUHAP yang menyebutkan bahwa perlakuan yang sama atas diri setiap orang di muka hukum dengan tidak mengadakan pembedaan perlakuan.
6. Asas Peradilan Dilakukan oleh Hakim karena Jabatannya dan Tetap.
Asas ini bermakna pengambilan keputusan mengenai salah atau tidaknya terdakwa dilakukan oleh hakim karena jabatannya yang bersifat tetap. Lebih lanjut, pengambilan keputusan oleh hakim berbeda dengan sistem juri yang penuntutan didasarkan pada suatu dewan yang mewakili golongan-golongan masyarakat, yang umumnya awam akan ilmu hukum.
7. Asas Tersangka atau Terdakwa Berhak Mendapat Bantuan Hukum.
Ketentuan Pasal 69 s.d. Pasal 74 KUHAP mengatur sejumlah bantuan hukum yang berhak didapatkan oleh tersangka dan/atau terdakwa. Lebih lanjut, menurut Andi Hamzah dielaborasikan, bantuan hukum yang dimaksud adalah sebagai berikut.
* Bantuan hukum dapat diberikan sejak saat tersangka ditangkap atau ditahan.
* Bantuan hukum dapat diberikan pada semua tingkat pemeriksaan.
* Penasihat hukum dapat menghubungi tersangka/terdakwa setiap waktu dan pada semua tingkat pemeriksaan.
* Pembicaraan antara penasihat hukum dan tersangka tidak didengar oleh penyidik dan penuntut umum kecuali pada delik yang menyangkut keamanan negara.
* Turunan berita acara diberikan kepada tersangka atau penasihat hukum guna kepentingan pembelaan.
* Penasihat hukum berhak mengirim dan menerima surat dari tersangka/terdakwa.
8. Asas Akusator dan Inkisitor.
Asas akusator adalah asas yang menempatkan kedudukan tersangka/terdakwa sebagai subjek, bukan sebagai objek dari setiap tindakan pemeriksaan. Sementara itu, asas inkisitor adalah asas menempatkan kedudukan tersangka/terdakwa sebagai objek pemeriksaan.
9. Asas Pemeriksaan Hakim yang Langsung dan Lisan.
Secara sederhana, asas ini bermakna bahwa dalam acara pemeriksaan pengadilan, pemeriksaan dilakukan oleh hakim secara langsung kepada terdakwa dan saksi. Pemeriksaan antara hakim dan terdakwa juga dilakukan secara lisan, bukan tertulis. ***