Mengapa Bisa Terjadi Self-Harm dan Bagaimana Cara Mengatasinya ?
Rivaldo Sandiago Mawu
Universitas Katolik De La Salle Manado | Fakultas Keperawatan | Program Studi Ilmu Keperawatan
rivaldomawu098@gmail.com
—————————————————————————————————————————
Setiap manusia memiliki permasalahan yang berbeda-beda, begitu pula dengan cara menyelesaikannya. Sebagian individu mungkin dapat menyelesaikan masalahnya dengan baik, namun tidak jarang juga seseorang mengalami ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya dengan baik. Ketidakmampuan dalam menyelesaikan masalah tersebut dapat memicu munculnya distres. Distres dapat menimbulkan emosi negatif, seperti sedih, kecewa, putus asa, depresi, tidak berdaya, frustasi, dan emosi-emosi negatif lainnya (Raihani, 2022). Distres berdampak terhadap emosi negatif yang tidak terkendali. hal ini dapat membuat individu melakukan perilaku-perilaku yang merugikan diri, salah satunya menyakiti diri. Perilaku self-harm atau menyakiti diri merupakan suatu bentuk perilaku yang dilakukan guna mengatasi tekanan mental emosi atau upaya menyalurkan rasa sakit secara emosional dengan melukai dan merugikan diri sendiri tanpa berniat untuk melakukan bunuh diri (Thesalonika & Apsari, 2021). Menurut Martin (2010), pada tahun 2010, 20% dari populasi di Australia berusia 18-24 tahun menyatakan bahwa mereka pernah melukai dirinya sendiri setidaknya sekali dalam kehidupan mereka. Di Inggris, jumlah remaja di bawah usia 25 tahun yang masuk rumah sakit karena melukai diri pada tahun 2008-2009 meningkat sebesar 50% dibandingkan pada tahun 20042005 (Hidayati, 2015). Berdasarkan data dari survei YouGov Omnibus pada Juni 2019, sebesar 36,9% masyarakat Indonesia pernah sengaja melukai diri sendiri, dengan prevalensi tertinggi ditemukan pada kelompok usia 18-24 tahun (Raihani, 2022).
Menurut Klonsky (2007), self-harm didefinisikan sebagai tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk menyakiti atau merusak bagian tubuh tertentu. Bentuk-bentuk dari perilaku self-harm sangat bermacam-macam seperti, menyayat kulit atau dikenal dengan istilah cutting, lalu memukul kepala dengan kepalan tangan yang kuat, mencoba membakar kulit, menahan lapar berkepanjangan, mengkonsumsi obat-obatan berlebihan, overeating, meminum-minuman keras hingga mabuk, bahkan hingga hal ekstrem seperti metilasi alat genital, dan masih banyak yang lainnya. Individu yang sering melakukan self-harm bermaksud untuk mengurangi pengaruh dari emosi negatif yang dirasakan, dengan mereka melakukan self-harm maka akan membuat perasaan lega yang bersifat sementara terhadap emosi negatif (Klonsky, 2007). Self-harm merupakan mekanisme coping yang digunakan seseorang secara individu untuk mengatasi rasa sakitnya secara emosional atau menghilangkan rasa kekosongan secara kronis dalam diri dengan memberikan sensasi pada diri sendiri, self-harm sendiri merupakan mekanisme coping yang tidak baik namun banyak orang yang melakukan karena memang mekanisme tersebut menjadi cara yang efektif bekerja dan bahkan bisa menyebabkan kecanduan. Selfharm merupakan respon dari overexcitability yang dapat digunakan sebagai upaya meregulasi emosi yang kurang tepat atau dengan kata lain luapan emosi yang dimiliki tidak dapat diregulasi dengan baik (Steggals, 2015). Selain itu, terdapat berbagai macam faktor yang menyebabkan individu melakukan self-harm seperti, pernah mengalami trauma psikologis, kurang komunikasi dalam keluarga, kurangnya keharmonisan dalam keluarga, permasalahan di sekolah, permasalahan dalam hubungan percintaan, permasalahan dalam hubungan pertemanan serta stres dalam menjalani kehidupan. Menurut Khalifah (2019), penyebab utama seorang individu melakukan self-harm adalah, trauma akibat masa lalu yang tidak menyenangkan, keluarga yang tidak harmonis dan tidak mendukung, permasalahan dengan pergaulan sosial.
Dalam mekanisme self-harm terdapat 3 hal yang perlu diperhatikan. Pertama, menghindari perasaan atau emosi yang tidak diinginkan. Hal ini seperti mengalihkan diri dari perasaan-perasaan yang tidak tertahankan. Kedua, secara material mereka menginginkan untuk membuat rasa sakit emosional menjadi rasa sakit yang nyata. Ketiga, perubahan yang terjadi pada dirinya, melukai diri sendiri dapat menyebabkan pelepasan endorfin yang akan menghasilkan analgesia dan rasa well-being (Mikolajczak, Petrides, & Hurry, 2009). Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengatasi selfharm yaitu dengan melakukan latihan mindfulness. Menurut Biegel & Cooper (2019), terdapat beberapa langkah latihan mindful bagi remaja yang melakukan self-harm, yaitu:
- Menyadari lokasi saat ini yaitu segala pikiran berada pada tempat dimana berada
- Mengidentifikasi apa yang kita pikirkan dan rasakan saat ini seperti perasaan sedih, kecewa.
- Sadari apa yang ada di sekitar (benda-benda yang dilihat, bau yang dapat dicium, hal yang bisa dirasakan)
- Sadari tubuh (bersandar, relaksasikan otot)
- Rasakan sentuhan pada tangan dan kaki (apa yang diinjak, rasakan udara di sela-sela jari)
- Bernafaslah seolah-olah tubuh dilewati oleh oksigen yang melegakan
- Identifikasi apakah ada sensasi yang menyakitkan
- Lepaskan sensasi yang menyakitkan tersebut dan bertahan dalam situasi saat ini yang menenangkan.
Latihan mindfulness dapat digunakan karena, biasanya perilaku self-harm merupakan respon yang bersifat impulsif dalam kondisi yang menekan. Sehingga, individu perlu mengarahkan diri untuk lebih menyadari dan fokus terhadap kondisi saat ini serta menerima kondisinya tanpa adanya proses penilaian pada saat pikiran negatif muncul.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa self-harm merupakan berbagai macam tindakan yang dilakukan oleh individu secara sengaja untuk menyakiti bagian tubuh tertentu sebagai bentuk luapan emosi yang tidak dapat diregulasi dengan baik oleh individu tersebut. Self-harm dapat disebabkan oleh berbagai macam kondisi serta situasi yang memicu adanya distres dan berdampak pada munculnya emosi-emosi negatif dalam diri seseorang. Meskipun demikian, self-harm dapat diatasi dengan melakukan latihan mindfulness, yang dapat membantu mengarahkan individu untuk lebih menyadari dan menerima kondisinya saat pikiran negatif muncul.
Daftar Pustaka
Mikolajczak, M., Petrides, K. V., & Hurry , J. (2009). Adolescents choosing self-harm as an emotion regulation strategy: The protective role of trait emotional intelligence. British Journal of Clinical Psychology, 181-193.
Hidayati, D. S., & Muthia, E. N. (2015). Kesepian dan keinginan melukai diri sendiri remaja. Psympathic: Jurnal Ilmiah Psikologi, 2(2), 185-198.
Steggals, P. (2015). Making sense of self-harm: The cultural meaning and social context of nonsuicidal self-injury. Springer.
Khalifah, S. (2019). Dinamika Self-Harm pada Remaja (Doctoral dissertation, UIN Sunan Ampel Surabaya).
Lubis, I. R., & Yudhaningrum, L. (2020). Gambaran Kesepian pada Remaja Pelaku Self Harm. JPPPJurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, 9(1), 14-21.
Nur Hidayah, N. (2022). Hubungan Perilaku Cyberbullying Dengan Self-Harm Pada Remaja Sekolah Menengah Pertama Di Karanganyar (Doctoral Dissertation, Universitas Kusuma Husada Surakarta).
Swandi, D. (2022). Self-Harm Remaja di Kala Pandemi: Mengapa Terjadi dan Cara Mengatasinya. Buletin KPIN (vol. 8)
Raihani, D., Zulva, S. Z., Kalsum, U., & Karyani, U. (2022). Perilaku Self-harm pada Pasien Depresi dengan Gejala Psikotik. In Seminar Nasional Psikologi UAD (Vol. 1).