Bolmut, Sulutnews.com – Hari Air Sedunia (World Water Day) diperingati tanggal 22 Maret setiap tahunnya. Tahun ini, Hari Air Sedunia berfokus pada pelestarian gletser. Sabtu (22/03/2025).
Gletser adalah sebuah bongkahan atau endapan es yang besar dan tebal yang terbentuk di atas permukaan tanah, danau, dan laut.
Gletser pegunungan, yang merupakan sungai es beku, berfungsi sebagai sumber air tawar bagi jutaan orang di seluruh dunia. Gletser-gletser tesebut menampung air cukup banyak sehingga dapat menaikkan permukaan laut global hingga 32 cm jika mencair seluruhnya.
Namun sejak pergantian abad, gletser telah kehilangan es lebih dari 6.500 miliar ton atau 5%.
Laju pencairan es tersebut tidak stagnan, tapi justru meningkat. Selama sekitar satu dekade terakhir, gletser yang mencair sepertiga lebih tinggi daripada periode 2000-2011.
Hari Air Sedunia 2025 adalah momentum untuk merenung, bertindak, dan bergandengan tangan demi masa depan yang lebih baik. Ingatlah, setiap tetes air adalah kehidupan.
Dalam siaran pers Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) gletser yang mencair, laju perubahan iklim yang semakin cepat, dan meningkatnya ketidakamanan air adalah beberapa pesan kunci pada peringatan Hari Gletser Sedunia 21 Maret dan Hari Air Sedunia.
Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) dan WMO sebagai koordinator bersama Hari Gletser Sedunia dan Tahun Pelestarian Gletser Internasional (2025).
Gletser adalah salah satu indikator perubahan iklim yang paling terlihat dan berubah secara dramatis,” kata Sekretaris Jenderal WMO Celeste Saulo pada upacara tingkat tinggi di New York.
Laporan WMO State of the Global Climate 2024, menyebutkan hilangnya massa gletser terbesar yang tercatat terjadi dalam tiga tahun terakhir, di 19 wilayah gletser.
Layanan Pemantauan Gletser Dunia memperkirakan bahwa sejak 2020, hilangnya gletser global tahunan berjumlah 30 tahun konsumsi air global.
Selama periode ini, pencairan gletser berkontribusi 18 milimeter terhadap kenaikan permukaan laut global, meningkatkan risiko banjir pesisir bagi ratusan ribu orang.
Gletser telah kehilangan total lebih dari 9.000 gigaton sejak 1975. Ini setara dengan balok es besar seukuran Jerman dengan ketebalan 25 meter.
Celeste Saulo mengatakan pencairan yang dipercepat ini meningkatkan risiko bencana, mengancam ekosistem dan mengganggu siklus air.
”Sayangnya, mundurnya gletser membahayakan pasokan air yang ada bagi jutaan orang, membahayakan pasokan air minum, ketahanan pangan, dan produksi energi.
Setiap pecahan derajat pemanasan itu penting,” katanya.
Selain di Newyork, peringatan Hari Gletser Sedunia, yaitu 21 Maret, dan Hari Air Sedunia pada 22 Maret berlangsung di markas besar UNESCO di Paris, Prancis, dengan meluncurkan Laporan Pembangunan Air Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa edisi 2025.
Laporan ini menyoroti pentingnya perairan pegunungan, termasuk gletser alpine, yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti pasokan air dan sanitasi.
Mereka juga penting untuk memastikan ketahanan pangan dan energi bagi miliaran orang yang tinggal di dalam dan sekitar daerah pegunungan dan daerah hilir.
Mereka juga mendukung pertumbuhan ekonomi melalui berbagai industri yang bergantung pada air.
Sebagai ‘menara air’ dunia, gunung adalah sumber air tawar yang penting. Mereka menyimpan air dalam bentuk es dan salju selama musim dingin, melepaskannya selama musim hangat sebagai sumber utama air tawar bagi pengguna di hilir.
Pegunungan memainkan peran unik dan penting dalam siklus air global, dan mereka memengaruhi sirkulasi atmosfer, yang mendorong pola cuaca dan curah hujan.
Menyesuaikan dengan tema global tersebut, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia mengadopsi tema nasional “Upaya Bersama dalam Menjaga Kualitas Air Minum”.
Tema ini menegaskan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta dalam memastikan ketersediaan air minum yang aman dan berkualitas bagi seluruh rakyat Indonesia. *** GG