Menu

Mode Gelap
Gubernur Yulius Selvanus Minta ASN Tingkatkan Pelayanan Publik dan Disiplin Dalam Tugas Peringati Hari Pahlawan Tahun 2024 Caroll-Sendy Apresiasi Dua Pahlawan Nasional Asal Tomohon Gubernur Olly Dondokambey : HUT Ke-60 Sulawesi Utara Mengalami Kemajuan Pesat KPU Kabupaten Lebak Gelar Pengundian dan Penetapan Nomor Urut Paslon Bupati dan Wakil Bupati Menparekraf Sandiaga Uno Puji Pemda Sulut Laksanakan Discover North Sulawesi 2024

Hukrim · 8 Des 2023 10:55 WIB ·

Hukum di Negeri ini Digunakan untuk Kepentingan Politik?


Hukum di Negeri ini Digunakan untuk Kepentingan Politik? Perbesar

Jakarta,Sulutnews.com – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nonaktif, Firli Bahuri, bisa saja bebas dari jeratan hukum bila mampu meyakinkan Hakim Tunggal yang mengadili Praperadilan yang dia ajukan.

Hal tersebut disampaikan Guru Besar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI), Prof Suparji Ahmad, dalam diskusi publik dengan tema: Eksistensi dan Prospek Praperadilan, Jumat (8/12).

“Status tersangka seseorang bisa gugur, jika hakim praperadilan mengabulkan gugatannya,” kata Prof Suparji.

“Apakah praperadilan dapat menggugurkan penetapan tersangka? Kalau dikabulkan, itu akan bisa menggugurkan penetapan tersangka,” tambahnya.

Diungkapnya, banyak contoh tentang hal

tersebut. Misalkan di kasus praperadilan Budi Gunawan alias BG dan Hadi Poernomo. Gugatan praperadilan mereka dikabulkan oleh Hakim Praperadilan, sehingga status tersangkanya digugurkan.

“Ketika praperadilan Pak BG, Pak Hadi Poernomo dikabulkan, maka penetapan tersangkanya menjadi gugur. Sehingga kemudian yang bersangkutan bebas dari masalah hukum,” ujar Suparji.

Suparji mengatakan, persoalan berikutnya adalah bagaimana pihak Firli Bahuri bisa meyakinkan hakim tunggal yang menangani gugatan praperadilan, bahwa ada kesalahan prosedur ataupun kesalahan tata cara dalam penetapan tersangka terhadap dirinya.

“Misalnya, tak ada unsur perbuatan melawan hukumnya, tak jelas melawan hukumnya yang mana. Kalau kemudian dianggap melawan hukum dalam hal misalnya penerima gratifikasi, suap atau pemerasan, tak cukup bukti yang kemudian mengindikasikan bukti apa yang bersangkutan melakukan perbuatan tersebut,” katanya.

Suparji menegaskan, meskipun ada potensi gugatan Praperadilan Firli dikabulkan, namun semua pihak harus mempercayakan hal itu kepada pembuktian di dalam persidangan.

“Terpenting, jangan gunakan hukum sebagai alat balas dendam ataupun alat politik. Karena kalau itu terjadi, maka hancurlah negara kita ini,” tukasnya.

Artikel ini telah dibaca 501 kali

Baca Lainnya

Sudah Rekomendasikan Ke Ketua DPRD Dua Kasus Korupsi Dinas Pertanian Dan Rumah Sakit Umum Untuk Diperiksa Aparat Penegak Hukum

26 Maret 2025 - 22:55 WIB

Anton Susilo Kasi Pidsus Kejari Rote Ndao : RSUD Ba’a Sudah Dalam Penyelidikan Ongky Manafe Kontraktor Sudah Diperiksa

26 Maret 2025 - 20:56 WIB

MenPAN-RB Apresiasi Sistem Pemantauan Arus Mudik-Balik Lebaran Milik Korlantas: Reformasi Birokrasi dalam Transformasi Digital

25 Maret 2025 - 23:31 WIB

Diduga Raffi Ahmad Staf Kusus Presiden Prabowo Subianto Telah Menipu Warga Di Rote Ndao NTT

24 Maret 2025 - 22:23 WIB

AHY Percayakan HBL Jabat Kepala Badan Konstituen DPP Partai Demokrat

24 Maret 2025 - 02:36 WIB

Dukung KLB Tidak Sah dan Tidak Korum Pengurus PWI Jabar Dibekukan

23 Maret 2025 - 21:26 WIB

Trending di Jabar