Bolmut, Sulutnews.com – Pada pertengahan abad ke-14, sebuah kengerian tak terduga menyerang Eropa, yang dikenal sebagai Black Death atau Wabah Hitam. Penyakit mematikan ini menewaskan jutaan orang dalam kurun waktu singkat, menciptakan teror luar biasa di seluruh benua. Orang-orang menyaksikan bagaimana kota-kota yang penuh kehidupan berubah menjadi kuburan massal dalam hitungan minggu. Kamis (12/09/2024).
Wabah ini berasal dari Asia Tengah, lalu menyebar melalui Jalur Sutra, dan mencapai Eropa pada 1347 melalui kapal dagang Genoa yang berlabuh di pelabuhan Italia. Penyakit ini menyebar begitu cepat, seperti Angin yang tak terlihat, menyerang setiap sudut kota dan desa. Dengan tikus-tikus yang terinfeksi sebagai pembawa kutu yang menyebarkan bakteri Yersinia pestis, wabah ini menyapu Eropa, Asia, hingga Afrika Utara.
Gejala yang Menakutkan
Gejala Black Death datang dengan cepat dan menyerang tanpa ampun. Orang-orang yang terinfeksi mengalami demam tinggi, muntah darah, dan munculnya bisul hitam yang membesar di leher, ketiak, dan selangkangan. Tubuh mulai membusuk saat korban masih hidup, meninggalkan bau busuk yang memenuhi udara. Dalam waktu dua hingga tiga hari, kebanyakan korban meninggal dalam kesakitan yang mengerikan.
Mereka yang menderita Pneumonic Plague, bentuk paling mematikan dari wabah ini, batuk darah dan tercekik oleh cairan yang memenuhi paru-paru mereka. Penyakit ini menular melalui udara, sehingga satu hembusan napas atau batuk bisa berarti kematian bagi orang di sekitarnya.
Pemandangan Teror di Jalanan
Pemandangan di jalan-jalan Eropa kala itu menyerupai mimpi buruk. Mayat-mayat menumpuk di sepanjang kota, menunggu untuk dikuburkan. Namun, para penggali kubur yang bertugas mengubur mayat sering kali jatuh sakit dan meninggal sebelum pekerjaannya selesai. Lonceng-lonceng gereja tak henti-hentinya berbunyi, mengumumkan kematian yang datang beruntun. Dalam banyak kasus, keluarga korban tidak berani mendekati tubuh orang yang mereka cintai, meninggalkan mereka membusuk di dalam rumah.
Bahkan dalam ketakutan dan kebingungan ini, beberapa masyarakat melakukan tindakan ekstrem. Beberapa kelompok yang di sebut Flagellant, berkeliling kota menyiksa diri mereka sebagai penebusan dosa, berpikir bahwa wabah adalah hukuman Tuhan. Orang-orang berbalut jubah gelap, membawa cambuk, berteriak meminta ampun sambil menghantam tubuh mereka sendiri, berharap dapat menghentikan wabah yang tak kenal belas kasihan.
Kehancuran Populasi
Kematian yang terjadi pada skala mengerikan ini menghancurkan seluruh tatanan sosial dan ekonomi. Banyak desa yang benar-benar ditinggalkan, seluruh keluarga lenyap tanpa jejak. Orang-orang mulai percaya bahwa akhir dunia telah tiba. Di beberapa kota besar seperti Florence, Paris, dan London, mayat-mayat begitu banyak hingga tidak ada tempat lagi untuk menguburnya.
Akibatnya, kota-kota besar berubah menjadi neraka di bumi, dengan tubuh manusia dan hewan membusuk di jalanan, tikus yang berkeliaran tanpa kendali, dan suasana penuh dengan ketakutan. Saking parahnya situasi, gereja-gereja kehilangan kendali, karena tidak mampu menjelaskan bencana ini. Banyak yang kehilangan keyakinan pada kekuatan agama, dan muncul pemikiran bahwa wabah ini adalah kehendak Tuhan yang tidak bisa dihindari.
Legenda dan Kepercayaan
Di tengah teror Black Death, muncul banyak legenda tentang penyebabnya. Beberapa orang percaya bahwa ini adalah kutukan dari Tuhan atas dosa-dosa manusia, sementara yang lain menuduh kelompok-kelompok tertentu, seperti orang Yahudi, sebagai penyebabnya. Tuduhan ini memicu gelombang kekerasan, dengan banyak komunitas Yahudi yang dibantai dalam pogrom massal.
Tak hanya itu, pemikiran mistis dan pengobatan tidak masuk akal juga merebak. Orang-orang mengenakan topeng burung yang diisi dengan rempah-rempah untuk mengusir bau busuk, percaya bahwa aroma harum bisa menangkal penyakit. Dukun-dukun keliling menjual jimat, doa, dan mantra untuk melindungi diri dari wabah. Namun, semua usaha ini sia-sia di hadapan penyakit yang tak terlihat namun begitu mematikan.
Akhir dari Teror
Wabah ini berakhir sekitar tahun 1351, tetapi kehancurannya tetap terasa selama berabad-abad. Struktur sosial yang rapuh, runtuhnya ekonomi, serta perubahan dalam agama dan budaya adalah dampak jangka panjang dari Black Death. Masyarakat Eropa yang bangkit dari kehancuran ini sangat berbeda;feodalisme mulai merosot, dan kota-kota yang dulunya ramai kini sepi.
Meskipun teror Black Death berakhir, penyakit ini tetap mengintai dalam beberapa abad berikutnya, dengan wabah kecil yang muncul secara sporadis hingga abad ke-17. Hingga kini, Black Death tetap menjadi salah satu tragedi terbesar dalam sejarah umat manusia, pengingat akan rapuhnya kehidupan dan kengerian pandemi yang tidak bisa dilawan dengan kekuatan manusia biasa.***
Sumber : Pebmosby @-jamrobot
Referensi:
Ziegler, Philip. The Black Death. Harper Perennial, 2009.
Benedictow, Ole Jørgen. The Black Death 1346-1353: The Complete History. Boydell & Brewer, 2004.
Britannica. “Black Death.”
History.com. “The Black Death.”