Bengkulu Selatan
Sulutnews.com, Realisasikan dana desa ketahanan pangan Keban Jati, Kecamatan Air Nipis, pada tahun 2024 sebesar Rp190.000.000. Anggaran ini dialokasikan untuk pembelian 2000 ekor itik yang dibagikan kepada masyarakat sebagai langkah mendukung ketahanan pangan lokal.
Kepala Desa Keban Jati, Wardi, menyatakan bahwa itik-itik tersebut dibeli seharga Rp70.000 per ekor dari Bengkulu. Namun, pernyataan ini menimbulkan tanda tanya publik karena pada wawancara sebelumnya, Kepala Desa sempat menyebutkan bahwa itik tersebut dibeli di Lampung dengan harga Rp80.000 per ekor. Perbedaan informasi ini memunculkan spekulasi mengenai transparansi pengelolaan dana desa.
Berdasarkan hasil investigasi, setiap Kepala Keluarga (KK) di Desa Keban Jati menerima sebanyak 16 ekor itik. Seorang warga yang tidak ingin disebutkan namanya mengonfirmasi bahwa penerimaan tersebut telah dilakukan.
Namun, ia juga mengungkapkan bahwa banyak warga menjual itik yang berjenis kelamin jantan kepada penampung lokal dengan harga Rp25.000 per ekor.
“Karena masih anakan dan belum tumbuh sayap, itik-itik jantan ini kurang efisien untuk dipelihara, jadi kami jual,” ujarnya.
Camat Air Nipis Yanto mengingatkan pentingnya pengawasan dari pemerintah desa terhadap program ketahanan pangan. Ia menegaskan bahwa dana ketahanan pangan harus digunakan sesuai regulasi, yaitu sebesar 20% dari pagu anggaran desa sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu).
“Kami menghimbau kepada kepala desa agar memastikan program berjalan dengan baik dan masyarakat tidak menjual itik yang diberikan,” ungkap Camat melalui pesan WhatsApp.
Ia juga menambahkan bahwa jika ada warga yang menjual itik, hal tersebut mengindikasikan lemahnya pengawasan pemerintah desa, khususnya Kepala Desa yang bertanggung jawab langsung atas program ini.
Masyarakat pun berharap agar pihak Inspektorat dan Aparat Penegak Hukum (APH) dapat melakukan audit investigasi terkait realisasi dana desa ini. Mereka meminta adanya transparansi dan akuntabilitas agar program-program desa benar-benar memberikan manfaat optimal kepada masyarakat.
Kasus ini menjadi refleksi penting bagi pemerintah desa dalam menjalankan program ketahanan pangan. Transparansi, pengawasan yang ketat, dan pendampingan masyarakat sangat dibutuhkan agar tujuan dari alokasi dana desa dapat tercapai. Tim Red/***