Rote Ndao,Sulutnews.com – Pada tanggal 29 Oktober 2025, sebuah peristiwa tragis terjadi di perairan Pulau Ndana, sebuah perahu tenggelam dan menyita perhatian publik. Dalam upaya mencari kejelasan, media menghubungi Kepala Dinas Bencana atau Kepala Pelaksana BPBD (Kalak BPBD), Janwes Nauk. Namun, respons yang diberikan justru menimbulkan tanda tanya besar.
Pernyataan Janwes Nauk, “Bta sonde tau ada perahu tenggelam di Pulau Ndana. Bupati tidak pernah kasih tau beta,” seolah mengisyaratkan bahwa dirinya merasa lebih penting atau lebih tahu dari Bupati Rote Ndao. Lebih dari sekadar fakta, pernyataan ini membuka ruang refleksi tentang bagaimana informasi mengalir dalam sistem pemerintahan dan bagaimana tanggung jawab diemban oleh para pemangku jabatan.
Pulau Ndana, yang merupakan bagian tak terpisahkan dari wilayah administratif Rote Ndao, seharusnya menjadi prioritas utama bagi BPBD setempat, terutama dalam konteks kejadian-kejadian yang mengancam keselamatan publik. Ketidaktahuan seorang Kepala Dinas BPBD mengenai insiden seperti ini mengindikasikan adanya masalah mendasar dalam sistem koordinasi dan komunikasi antarinstansi di pemerintahan daerah.
Beberapa poin penting yang perlu direnungkan dari insiden ini adalah:
- Koordinasi yang Terputus: Mengapa informasi mengenai insiden tenggelamnya perahu tidak sampai ke Kepala Dinas BPBD? Apakah ada sumbatan dalam saluran komunikasi, ataukah ada ego sektoral yang menghalangi aliran informasi?
- Tanggung Jawab yang Terabaikan: Sebagai Kalak BPBD, Janwes Nauk seharusnya menjadi garda terdepan dalam penanganan bencana dan situasi darurat di wilayahnya. Ketidaktahuannya mencerminkan kurangnya pemahaman akan tanggung jawab dan kewenangannya sebagai pejabat publik. Apakah ini sekadar ketidaktahuan, ataukah ada sikap abai terhadap tugas yang diemban?
- Transparansi yang Diragukan: Masyarakat memiliki hak untuk mengetahui kejadian-kejadian yang terjadi di wilayah mereka, terutama yang berkaitan dengan keselamatan. Pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk memberikan informasi yang akurat dan tepat waktu kepada publik. Apakah keterbukaan informasi hanya menjadi jargon, ataukah benar-benar diimplementasikan dalam praktik?
- Evaluasi Kinerja yang Mesti Dilakukan: Insiden ini seharusnya menjadi momentum untuk melakukan evaluasi kinerja secara komprehensif terhadap BPBD dan dinas-dinas terkait lainnya. Apakah ada prosedur yang perlu diperbaiki? Apakah ada pelatihan yang perlu ditingkatkan? Lebih dari itu, evaluasi ini harus menyentuh aspek mentalitas dan etos kerja para pejabat publik.
Pernyataan Janwes Nauk yang terkesan meremehkan peran Bupati juga menimbulkan pertanyaan mengenai etika dan profesionalisme dalam birokrasi. Sebagai seorang pejabat publik, seharusnya ia menjunjung tinggi hierarki dan saling menghormati antar sesama pejabat. Apakah ini sekadar luapan emosi sesaat, ataukah mencerminkan budaya kerja yang kurang sehat?
Kejadian ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak terkait mengenai pentingnya koordinasi, komunikasi, tanggung jawab, dan transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Masyarakat berharap agar kejadian serupa tidak terulang kembali di masa mendatang. Pemerintah daerah perlu mengambil langkah-langkah konkret untuk memperbaiki sistem yang ada dan memastikan bahwa informasi penting dapat disampaikan dengan cepat dan akurat kepada semua pihak yang berkepentingan. Lebih dari itu, perlu ada perubahan paradigma dalam birokrasi, dari mentalitas “dilayani” menjadi mentalitas “melayani”.
Reporter: Dance Henukh









