Manado, Sulutnews.com - CORONA masih ada, corona masih bebas kemana-mana, corona masih senang memakan mangsanya di pelosok desa dan kota, apalagi bagi yang tidak hiraukan prokes dan yang menolak di vaksin.
Di Sulut khususnya baik Rapid, PCR, Vaksin, juga Isoman sebelumnya merasa hal ini tidak wajib, sehingga ada yang sembunyi, lolos dan menjauh dari kewajiban, padahal selalu dikumadangkan oleh Pemerintah terkait menangkal corona.
Inilah yang membuat corona tak sungkan-sungkan, masuk dan mencari di tempat–tempat persembunyian. Pada akhirnya corona merajalela dan tak terbendung lagi, membuat saling menjangkit bahkan banyak terpapar,
Tim Nakes pun tak berdaya dan sukarelawan penguburan kalang kabut akibat banyaknya korban jiwa tak tertolong, yang berakhir pada kematian. Duka nestapa melingkupi kita, tetesan bahkan linangan air mata deras tak kuat menahannya.
Lewat pantauan saat ini, kesadaran diri masyarakat meningkat tanpa diundangpun mau memeriksakan diri di lokasi tempat Rapid, PCR, Vaksin dan Isoman, termasuk yang lagi tren mendonorkan Plasma konvalesen dari penyintas.
Sehingga Pemerintah pun menjadi lebih fokus dalam pencapaian target vaksinasi serta pemenuhan vaksin bagi masyarakat dan ada beberapa organisasi yang sudah bergerak mensponsori vaksinasi termasuk DPD KNPI Sulut. Tentu patut di apresiasi dan masih menunggu bagi yang tergerak melakukan hal yang sama.
Berdamailah dengan corona, bergotong royong dalam mengindahkan Prokes 5M. Amat terlebih mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Kuasa. Kiranya corona cepat berlalu, pergi dan tak kembali lagi.(/Ivonne Kawatu/Merson)
Manado, Sulutnews.com - Saat ini adalah momentum terbaik untuk menilai siapa calon pemimpin nasional yang layak melanjutkan kepemimpinan di 2024.
Pada saat bersamaan saat pandemi ini merupakan saat terbaik bagi calon pemimpin nasional untuk menunjukkan kenegarawanannya, namun demikian sangat disayangkan, banyak birokrat, tokoh parpol, tokoh hukum, bahkan kaum agamawan yang justru bertingkah sebaliknya, jauh dari sifat kenegarawanan yang dibutuhkan untuk menjadi pimpinan nasional.
2024 adalah waktu yang diberikan oleh Undang-Undang 10 Tahun 20216 untuk menentukan pemimpin baik Nasional maupun pemimpin daerah tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Wali Kota yang ditetapkan pada tanggal 1 Juli 2016, di mana nanti pilkada akan dilaksanakan secara serentak di bulan November Tahun 2024.
Pada Undang-Undang 7 Tahun 2017 dituliskan dengan jelas soal penjadwalan pemilu. Pasal 167 menekankan, Pemilu dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali, di mana hari, tanggal, dan waktu pemungutan suara pemilu ditetapkan dengan keputusan KPU. Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional.
Para calon pemimpin daerah dan pemimpin nasional saatnya mempersiapkan diri untuk dinilai oleh masyarakat, bukan dengan menyalahkan setiap kebijakan pemerintah, mencerca, menghina, menghasut, setiap keadaan bahkan mencari cara untuk menjatuhkan presiden dengan mencari berbagai dalih dan dalil termasuk menggunakan agama untuk menyulut keadaan. Padahal seharusnya mereka justru memiliki kesempatan untuk menunjukkan kualitas kenegarawanannya, untuk berimpati menolong masyarakat yang kesusahan, sehingga memikat hati rakyat supaya cukup alasan untuk memilihnya di 2024.
Mereka lupa bahwa rakyat menilai dengan hati ketulusan calon pemimpinnya, lupa bahwa Tuhan sedang meridhoi anak-anak bangsa yang tulus bekerja untuk bangsanya untuk disiapkan menjadi pemimpin di 2024. Menyambut HUT Indonesia ke 76, Semoga bangsa kita mendapatkan pemimpin yang dapat membawa Indonesia Tangguh Indonesia Tumbuh.(/Merson)
Upaya Mengumpulkan 4000 Alumnni Nakasone Yang Berserakan Di Tanah AIr
Oleh : Ilham Bintang
“Alhamdulillah, terima kasih banyak yah, sudah diundang masuk WAG Alumni Nakasone Programme,” ujar Wening Esthyprobo Sabtu (23/11) pagi. Diplomat ulung ini baru tahun lalu meninggalkan posnya di Budapest, Hongaria, sebagai Duta Besar RI di negara itu.
WAG yang dimaksud Wening adalah WhatsApp Group Alumni Nakasone Programme. Adapun Nakasone Programme, adalah Program Persahabatan Indonesia -Jepang Abad 21 yang dulu dirintis oleh PM Jepang, Yasuhiro Nakasone.
Dimulai tahun 1984, saat Nakasone menjabat PM Jepang, hingga sekarang program itu masih berlangsung dengan berbagai penyempurnaan.
Setiap tahun Nakasone mengundang ratusan pemuda dari kawasan Asean untuk melihat persiapan Jepang menyongsong Abad 21.
Wening, salah satu alumni program itu. Dia tercatat sebagai Angkatan III tahun 1986, mewakili Departemen Luar Negeri ( Sekarang Kemenlu).
Pada Angkatan I/1984 tercatat nama mahasiswa UGM, Tjahjo Kumolo yang kelak menjadi menteri dalam kabinet pemerintahan Jokowi. Priode pertama, menjabat Mendagri. Priode kedua yang baru dilantik, Menteri PAN RB. Setahun berikutnya, ikut program itu tahun 1985, mahasiswa dari UGM Airlangga Hartarto, yang juga kelak menjadi menteri Jokowi. Priode pertama: Menteri Perindustrian. Priode kedua yang baru dilantik, Menko Perekonomian. Airlangga juga memimpin parpol besar, yaitu Partai Golkar. Saya satu kelompok dengan Airlangga pada Angkatan II tahun 1985. Kelompok Youth Leader. Saya mewakili wartawan yang saat itu bekerja di Harian Angkatan Bersenjata.
Pemulihan hubungan
Dalam reportase saya waktu itu, saya menulis, melalui program i
Nakasone, Jepang sebenarnya berkeinginan memulihkan hubungan dengan bangsa-bangsa di kawasan Asean. Di masa Perang Dunia bangsa di kawasan Asean yang paling merasakan kesengsaraan pendudukan tentara bala tentara Dai Nippon itu. Nakasone adalah PM Jepang pertama yang merintis hubungan baik dengan bangsa-bangsa di Kawasan Asean. Tidak hanya itu Nakasone juga mengunjungi Rusia dan China untuk memperbaiki hubungan.
Sebagai negara raksasa industri, semua negara di dunia ini adalah captive market bagi Jepang, pasar besar yang bakak menopang industrinya.
Asean tentu mendapat perhatian lebih khusus. Bangsa-bangsa di kawasan Asean masih menyimpan luka. Nakasone tak mau kejadian terulang pada masa PM Tanaka yang menghadapi resistensi di mana- mana. Kita catat di Indonesia, khususnya di Jakarta pernah meledak demonstrasi besar anti Jepang menyambut kunjungan PM Tanaka di Jakarta. Demonstrasi yang dipimpin tokoh mahasiswa Herman Siregar sungguh menjadi catatan perih bagi Jepang.
Sejalan dengan itu, Jepang juga ingin memamerkan kemajuan industri mereka di berbagai sektor kehidupan. Tahun 1985 mereka menyelenggarakan pameran besar industri, yaitu Expo Tsukuba. Angkatan kami beruntung. Berangkat ke Jepang tahun 1985, sehingga bisa mengunjungi Expo di Tsukuba itu.
Fasilitas mewah
Para peserta Program Nakasone ini diundang berkunjung ke Jepang selama sebulan. Dipilih melalui seleksi ketat oleh tim yang dibentuk Kantor Menteri Negara Pemuda & Olahraga ( nama kementeriannya waktu itu). Gratis. Mulai dari transportasi, akomodasi, dan konsumsi selama mengikuti program. Fasilitasnya termasuk mewah, maklum tamu negara. Selama sebulan peserta mendapatkan kuliah sesuai bidang masing-masing dengan para dosen dari perguruan tinggi ternama, seperti Universita Waseda.
Home stay
Program ini menyediakan juga kesempatan peserta mengenal kultur Jepang dengan home stay di rumah-rumah warga Jepang selama tiga-empat hari. Home stay umumnya di daerah-daerah. Tapi biarpun daerah, tetap saja sudah standar kemajuannya.
Hingga sekarang, jumlah alumni sudah melebihi 4000 orang. Di tahun - tahun awal, dibentuk organisasi alumni, namanya Kappija 21 ( Keluarga Alumni Program Persahabatan Indonesia - Jepang Abad 21). Abu Hanifah dan Darul Sisca, Angkatan I/1984 yang tercatat sebagai inisiatornya. Darul Sisca saat ini anggota parlemen.
Belakangan Kappija 21, seperti kedodoran. Manejemen organisasinya kurang mengantisipasi kebutuhan alumni yang semakin lama semakin melonjak jumlahnya. Alhasil, jangankan komunikasi, sesama alumni saja, bisa tidak saling mengenal.
Dubes Wening baru tahu alumni Nakasone tanpa sengaja. Dua tahun lalu kami dijamu dinner oleh di Budapest. Saat berbincang tanpa sengaja kita sama -sama terkenang program Nakasone.
Pertengahsn tahun ini, saya diundang masuk WAG Alumni Nakasone Programme. Ini yang membuat saya tahu ada beberapa teman masih aktif berkomunikasi. Ternyata Kappija itu masih ada. Namun, tidak berkembang baik sebagaimana lazimnya organisasi yang diurus serius. Aneh juga. Saya masih tetap beranggapan alumni Nakasone ini potensi bangsa. Maklum, direkrut amat ketat. Kategori agen pembangunan dan pembaharuan. Justru potensi itulah menurut saya yang menjadi selling point yang dilirik PM Nakasone.
Bayangkan kini para pemuda terpelajar, calon pemimpin, yang di dalam dua puluh lima tahun akan menjadi pemimpin bangsanya. Dan itu, kini terbukti. Terbukti pula sejak itu tidak ada riak yang berarti mewarnai hubungan kebudayaan dan perdangangan Indonesia - Jepang.
Cukup beruntung ada alumni yang bernama Mulyono Lodji. Dia menjadi Ketua Kappija sejak 15 tahun. Sendirian. Tanpa perangkat organisasi, jelas hanya dia amat terbatas. Hanya menangani hal-hal rutin, program sporadis, tanpa support tenaga dan pikiran alumni lain.
Memenuhi aspirasi beberapa teman, saya pernah mengundang Mulyono ke kantor. Berbincang dan berdiskusi dengan sejumlah alumni. Kesimpulannya disepakati untuk menata kembali organisasi Kappija. Diawali mencari kontak alumni yang berserakan di seluruh wilayah Tanah Air. Ini bukan pekerjaan mudah. Jumlahnya 4 ribu orang. Databasenya hanya berada di kantor JICA, agen pemetintah Jepang yang dulu mengatur kunjungan ke Jepang sejak tahun pertama.
Langkah kedua, menyelenggarakan pertemuan besar : Munas Kappija. Afdal Marda, Angkatan 96 dari Kelompok Bisnis terpilih menjadi Ketua Munas. Dibantu secara keroyokan oleh beberapa alumni lain: Harry Kaligis, Birma, Santany, Joko Wismoko, Finni, Andre, Testiana, Santany, Imma Hakimah, Luly Agiel, Jean Aslinda, Mut Hasibuan, Seni Inez,dan beberapa lagi.
Munas Kappija direncanakan berlangsung Sabtu 14 Desember di Jakarta. Waktunya memang mepet. Itu sebabnya panitia siang malam histeria bekerja untuk mewujudkan terlaksananya Munas itu.
“ Mumpung lagi semangat, Bang. Ibarat besi, ditempa selagi panas. Jangan lagi tunggu waktu hingga menjadi dingin lagi,” kata Burma, Alumni asal Sumatera Utara. Demi Munas itu ia perpanjang tinggalnya di Jakarta.
Seperti disebut di awal, secara individu semua alumni Nakasone ini adalah potensi bangsa. Mereka terpilih ikut program melalui seleksi ketat berdasar kompetensi masing-masing. Marging error paling 2 persen. Yang oleh pihak pemerintah sendiri diharapkan setelah mengikuti program ini bisa mengandikan diri memberdayakan seluruh masyarakat Indonesia. Alumni memang berasal dari seluruh pelosok Indonesia. Sungguh potensi yang amat dahsyat untuk berkontribusi pada pembangunan bangsa dan negara.
Munas menjadi entry point untuk mengumpulkan alumni yang berserakan itu. Setelah itu mereka akan menyusun program kerja untuk membantu pemberdayaan masyarakat sesuai kompetensinya masing- masing.
Menurut data, alumni ini terdiri dari ahli pertanian, ahli IT, ahli pemerintahan, ahli komunikasi, dan diplomat ulung.
Terkenang - kenang Nakasone sambil membayangkan Indonesia ke depan.(/Mercys)
Jakarta, Sulutnews.com - Hajatan nasional yang sangat menentukan bagi perjalanan bangsa sudah di depan mata. Tahun depan, kita akan memilih pemimpin untuk 5 tahun ke depan. Bukan hanya pemilihan presiden-wakil presiden yang kita hadapi, melainkan juga pemilihan legislatif secara serentak. Dalam suasana yang seperti ini, penting sekali untuk saling mengingatkan agar sebagai sesama komponen bangsa, kita terus menjaga semangat persaudaraan dan semangat kerukunan. Berbeda pilihan boleh, berbeda pandangan politik wajar wajar saja. Namun yang paling penting adalah bagaimana tetap menjaga toleransi, kebersamaan dan semangat saling menghormati dalam perbedaan itu.
Semua unsur masyarakat mesti memberikan andil untuk menjaga suasana kemasyarakatan yang tenang, guyup dan kondusif. Tanpa terkecuali komunitas pers nasional. Kepada rekan-rekan wartawan di seluruh Indonesia, mari kita bersama-sama menjaga agar ruang publik media menjadi ruang yang mencerahkan masyarakat dan mendinginkan suasana. Mari kita jaga agar ruang media tidak menjadi ruang provokasi dan ruang pecah belah masyarakat. Teman teman wartawan menjadi andalan masyarakat untuk menjaga persatuan dan kesatuan, dengan senantiasa menampilkan pemberitaanyang berkualitas, obyektif dan independen. Media-massa jurnalistik seyogyanya tidak terseret dalam perkubuan politik, berada di tengah tengah untuk mendampingi masyarakat di kala suasana politik semakin menghangatbelakangan ini.
Hal yang tidak kalah penting untuk diperhatikan oleh komunitas pers nasional adalah masalah bangsa ini bukan hanya pemilu dan pergantian kepemimpinan nasional. Bangsa Indonesia memiliki masalah serius yang lain: korupsi, pemerataan pembangunan, pengentasan kemiskinan, kelestarian alam, toleransi antar umat beragama, penanganan bencana dan lain-lain. Jangan sampai karena hiruk-pikuk penyelenggaraan pemilu, kita menjadi abai terhadap masalah-masalah tersebut. Jangan sampai karena terlalu bersemangat mendiskusikan dan mewacanakan suksesi kepemimpinan nasional, komitmen pers menjadi mengendur terhadap persoalan-persoalan bangsa tersebut.
Salah satu masalah yang mengemuka dalam kehidupan pers Indonesia tahun 2018 adalah independensi dan imparsialitas media massa terhadap partai politik dan kandidat presiden/wakil presiden. Kita tidak dapat menutup mata dari fakta bahwa beberapa pemilik media secara terbuka dan dengan kesadaran diri terjun ke dunia politik, dengan menjadi pemimpin partai politik atau menjadi simpatisan dari kandidat tertentu. Tentu saja, terjun ke dunia politik adalah hak setiap orang, termasuk para pemilik media. Namun persoalannya di sisi lain UU Pers menyatakan pers pertama-tama adalah institusi sosial. Dalam kedudukannya sebagai institusi sosial, pers mesti mengedepankan nilai-nilai dan kepentingan publik di atas kepentingan apa pun dan siapa pun. Oleh karena itu, secara etis dan normatif, dalam kaitannya dengan agenda suksesi kepemimpinan nasional, setiap institusi media mestibersikap independen dan mengedepankan kepentingan-kepentingan bersama.
Terkiat dengan peran pers yangsangat strategis dan menentukan tahun2019, serta dalam konteks persoalanbangsa secara lebih luas, pad akhir tahun ini, PWI menyampaikan sikap sebagai berikut:
Demikian pernyataan PWI dalam momentum pergantian tahun 2018 ke 2019. Kepada seluruh masyarakat Indonesia, kami mengucapkan selamat tahun baru. Semoga perjalanan kita sebagai bangsa akan semakin baik dan sesuai harapan tahun depan.
Jakarta, 30 Desember 2018
Atal Sembiring Depari
Ketua Umum PWI